Jumat, 12 Juni 2009

MANAJEMEN PERSIDANGAN

Masyarakat menginginkan proses beracara di Pengadilan Agama belangsung cepat, sederhana dan biaya ringan sesuai dengan semangat undang-undang. Keinginan masyarakat tersebut sangat menyentuh para ketua majelis pemeriksa perkara. Sebenarnya aspirasi seperti itu menjadi pe-er (pekerjaan rumah) bagi pimpinan dan seluruh jajaran Pengadilan Agama utamanya para hakim. Untuk memfolow upi aspirasi dan keinginan masyarakat tersebut, Ketua Pengadilan Agama (d.h.i) Cikarang yaitu Bapak Drs. Ruslan Abd. Gani, MH telah memulai memberikan pengarahan kepada seluruh jajaran / aparat peradilan agar memberikan pelayanan yang prima, effesien dan efektif sehingga masyarakat pencari keadilan merasa terpuaskan. Dalam arahan Bapak Ketua tersebut yang pertama: Tentang Litigasi; sebagai gerbang pertama pelayanan bagi pencari keadilan, hendaknya memperdalam, mempelajari kembali syarat-syarat untuk surat gugatan atau permohonan, agar antara fakta kejadian dan fakta hukum sinkron atau antara posita dengan petitum selaras, sehingga tujuan dari gugatan atau permohonan yang diajukan oleh pengaju perkara menjadi tidak sia-sia (ilusoir) yang mengakibatkan pengaju perkara merasa kecewa berat. Sebab tidak jarang begitu perkara yang disidangkan banyak koreksi dan perbaikan dari majelis yang bersangkutan. Hal ini tentunya akan memperlambat jalannya sebuah persidangan. Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanan, sangat diperlukan petugas yang lincah, cekatan, mengerti dan menguasai secara tepat teknologi informasi (IT), sebab pelayanan perkara di Pengadilan Agama sudah berbasis SIADPA (Sistem Informasi dan Administrasi Peradilan Agama). Karenanya butuh tenaga-tenaga yang mempunyai skill, ketrampilan dan keahlian di bidang ini. Yang kedua: Petugas yang melayani litigasi tersebut, hendaknya bersikap komunikatif dan dialogis serta fleksibel dalam melayani dan menghadapi para pencari keadilan. Sehingga di samping, masyarakat merasa dilayani dengan baik juga terkesan penuh keakraban dan kekeluargaan sesuai dengan karakteristik Pengadilan Agama yang disebut "Family Court" . Yang ketiga: Menyoroti Ketua Majelis pemeriksa perkara, beliau memberikan arahan dengan catatan tidak mengintervensi otoritas dan kemerdekaan majelis dalam memeriksa sebuah perkara. Beliau menyampaikan pandangannya dengan tidak mengurangi rasa hormatnya terhadap Ketua Majelis, hendaknya pemeriksaan perkara disederhanakan sambil tetap memperhatikan hukum acara yang berlaku dam kualitas hukum materiilnya misalnya, dalam persidangan hari itu terdapat 20 perkara yang akan disidangkan hendaknya majelis sudah mengkalkulasikan alokasi waktu pemeriksaan dengan jumlah perkara yang ditangani. Hal ini untuk mengefesienkan waktu dan jangan sampai masyarakat jenuh menunggu giliran panggilan sidang, akhirnya oleh karena menunggu terlalu lama, ada para pihak yang tertidur di kursi ruang tunggu, dan yang lebih memperihatinkan adalah mereka yang sudah lama menunggu belum juga dipanggil masuk, akhirnya pulang lagi ke rumahnya karena alasan ada pekerjaan yang mendesak yang harus diselesaikan. Yang ketiga: majelis itu terdiri dari Ketua, Hakim Anggota I dan Hakim Anggota II, termasuk Panitera Sidang. Ketua Majelis sudah menentukan agenda sidang misalnya, hari ini ada beberapa perkara yang akan diputus, maka tehnisnya adalah ketika hakim anggota I memeriksa saksi, maka hakim anggota II diserahkan untuk mengisi instrumen amar putusan untuk diserahkan ke petugas register untuk dicatatkan setelah persidangan selesai. Atau sebaliknya, hakim anggota II sedang memeriksa saksi, maka hakim anggota I mengonsep amar putusan, tergantung situasi. Ini semua adalah bertujuan untuk mengefesienkan waktu persidangan agar tidak berlarut-larut menunggu. Atau tehnis lain bisa saja untuk perkara-perkara baru sudah tentu akan ditunda untuk acara mediasi, maka bisa didahulukan pemeriksaannya mengingat sifatnya hanya penundaan pemeriksaan, sambil menunggu hasil mediasi (laporan mediator). Sedangkan untuk perkara yang agendanya pembuktikan dan pemeriksaan saksi-saksi, bisa saja diakhirkan sebab prosesnya agak membutuhkan waktu yang relatif lama. Kemudian yang keempat: Ditekankan oleh beliau kepada seluruh Ketua Majelis agar memeriksa, menyelesaikan berkas perkara dengan mempedomani pola bindalmin yang sudah diintruksikan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung, sebab di antara tiga Pengadilan Agama berada di wilayah yurisdiksi PTA BAndung, maka Pengadilan Agama Cikarang sudah dijadikan pilot projek oleh KPTA tersebut dalam soal penerapan BINDALMIN. Untuk mempertahankan citra bahwa Pengadilan Agama Cikarang salah satu PA yang terbaik dalam aplikasi BINDALMIN yang sesungguhkan sebuah amanah yang cukup berat, maka tidak bisa tidak, kepada seluruh jajaran Pengadilan Agama Cikarang untuk tetap mengacu kepada aturan-aturan yang ada. Rapat dihadiri oleh :
1. Ketua PA. Cikarang    : Drs. H. RUSLAN ABD. GANI, MH
2. Panitera / Sekretaris : SUMARDI, S.Ag
3. Hakim - Hakim : 3.1. Drs. HASAN BASRI, SH. MH
                                   3.2. Drs. SUYADI
                                   3.3. Drs. M. ANSHORI, SH.MH
                                   3.4. Drs. H. SYARIF HIDAYAT, SH
                                   3.5. Drs. AYP, MH
                                   3.6. Dra. Hj. SITI SABIHAH, SH. MH
                                   3.7.  MAHDI RASYIDI, SH 

Rabu, 10 Juni 2009

PERGESERAN NILAI-NILAI AGAMA

Harja Mekar adalah sebuah desa kecil di sudut Kabupaten Bekasi, penduduknya multi etnis dan multi agama. Kehadiran PT (Pe-Te) di lingkungan desa tersebut, turut merubah wajahnya. Dari potret desa yang sederhana kemudian berubah status menjadi desa kota. Geliat ekonomi masyarakat mulai terdongkrak sehingga daya beli masyarakat mulai meningkat. Sebagai barometer dari itu semua, mall-mall dan pusat perbelanjaan hampir setiap hari padat dengan pengunjung. Kita tidak tahu apakah banyaknya masyarakat yang mengunjungi pusat perbelanjaan tersebut, ingin berbelanja atau hanya sekedar shopping window, melihat-lihat sesuatu yang baru. Tak ketinggalan banyak anak sekolah masih berpakaian seragam turut memadati mall-mall. Pada masyarakat harja mekar, tuntutan ekonomi keluarga dan tuntutan gaya hidup merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sehingga kadang-kadang dengan jalan apapun mereka lakoni dan dalam keadaan terdesak bukan tidak mungkin melakukan tindakan destruktif. Kondisi seperti itu pada gilirannya akan menggiring kepada situasi yang rawan. Perang antar pemain limbah industri kerap kali terjadi, pemandangan saling marapat saling menjauh dan bahkan saling menjatuhkan satu sama lain terhadap para pesaingnya dalam upaya untuk merebut lahan limbah yang menggiurkan, merupakan tontonan yang sangat menarik. Ironisnya satu lahan limbah PT diperebutkan oleh lebih dari satu orang, dan yang memperebutkannya ternyata orangnya itu-itu juga, artinya mungkin orang tersebut sudah mengantongi beberapa SPK, tapi masih terus mengalami kekurangan. Dalam doktrin agama yang kita pahami bahwa, manusia dalam fitrahnya selalu cenderung merasa tidak puas, dalam soal ilmu ftirah semacam itu boleh-boleh saja, sebab kata Imam Syafi'i (salah satu dari mazahibul arba'ah), "semakin banyak yang kuketahui semakin tahu pula aku orang yang tidak tahu". Namun dalam soal pengumpulan harta Nabi SAW bersabda: "Seandainya manusia mempunyai dua lembah harta berupa emas, pasti mereka akan mencari lembah emas yang ketiga, sehingga mereka tidak akan berhenti mencarinya kecuali kalau mereka sudah masuk ke liang lahad (kuburan)". Hadits ini merupakan statemen Rasulullah Saw beberapa ratus abad yang lalu. Kita tidak bisa membayangkan, kalau semua orang memburu harta dengan cara apapun yang penting "pokoke" berhasil. Lalu apa jadinya generasi lapis kedua yang merupakan pengganti mereka?, Dalam hadits lain, Rasulullah Saw bersabda: "Setiap yang tumbuh dari barang yang haram, maka neraka lebih utama baginya". Saya sebagai bagian dari masyarakat harja mekar menjadi prihatin mengamati revolusi mental dan paradigma yang terjadi belakangan ini. Nilai-nilai agama sudah mulai bergeser dari relnya dan cenderung dikesampingkan, demi untuk mengejar kepuasan sesaat. Semoga kita dilindungi oleh Allah SWT dari penyakit hati yang tidak pernah merasa puas. amiin!

PENGALAMAN EMPIRIS SEORANG HAKIM

Pengalaman empiris penulis ketika memutus suatu perkara, di antara kedua belah pihak berperkara ada yang menangis, kecewa berat, mangkel, gondok, dan sejuta perasaan yang tersirat di wajahnya. Tapi ada pihak yang sangat kontras, yakni tersenyum penuh kepuasan dan raut wajah yang cerah selesai mendengarkan putusan yang baru diucapkan dan diketuk palu. Secara manusiawi, yang namanya hakim juga manusia biasa, pasti ada perasaan yang sama dengan pihak yang merasa terkalahkan, akan penulis tetap tegar menghadapi fragmentasi yang terjadi di hadapannya. Sebab, seorang hakim harus profesional di bidangnya, tidak boleh larut dengan keadaan yang ada di hadapannya. Penulis mencoba mengutip kata - kata mutiara yang pernah ditulis oleh seorang Wakil Ketua Mahkamah Agung Non Yudisial yaitu: Bapak Drs. Ahmad Kamil, SH. MH, beliau mengatakan : "Seorang hakim itu ibarat seseorang yang berjalan di lorong yang gelap hanya seorang diri tanpa kawan yang mendampinginnya, akan tetapi hanya nuraninya yang bisa diajak berdialog". Hal ini dapat dipahami bahwa, seorang hakim kalau dia mengadili berdasarkan disiplin ilmunya, maka dia harus yakin terhadap apa yang ia putuskannya dan jangan ragu-ragu untuk mengambil dalam mengambil sebuah keputusan, meskipun resiko yang akan dihadapinya cukup berat. Dan penulis ingat pula sebuah adagium kalau tidak salah berbunyi: "fiat judicata rest cuelum" (tegakkan keadilan walaupun langit akan runtuh). Ternyata bahwa di lapangan antara law in book dengan law in action tidak harus selalu sama. Definisi keadilan yang dirumuskan oleh Filosof Aristoteles, keadilan komutatif dan keadilan distributif, akan menjadi berbeda ketika dihadapkan kepada keadilan menurut hukum. Penulis berkeyakinan bahwa, nahnu nahkumu bizh - zhawahir, wallahu yatawalla bis - saraa'ir, artinya: "kami menetapkan hukum berdasarkan protap yang ada sedangkan Allah yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi di balik fakta-fakta."

FENOMENA KASUS DI PENGADILAN AGAMA CIKARANG

Dari beberapa perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Cikarang, selain perkara CG = Cerai Gugat, CT = Cerai Talak, dan akibat yuridis dari kedua perkara tersebut. Yang paling marak akhir - akhir ini dan sering muncul kep Pengadilan adalah kasus "Penetapan Ahli Waris", muncul sebuah pertanyaan dari saya, "Fenomena apakah yang sedang terjadi pada masyarakat Kabupaten Bekasi?", saya berusaha mencari tahu akar masalah dari pertanyaan tersebut. Ternyata bahwa, saat ini nilai jual tanah dan bangunan cukup komersial apalagi jika obyek tanah / bangunan terletak di tempat yang strategis, ini sudah barang tentu sangat menggiurkan bagi pemilik tanah tersebut. Bisa dibayangkan harga tanah di pinggir jalan protokol kalau permeter saja rata - rata sebesar Rp 2.000.000,- (dua juta rupiah), kalau mempunyai luas tanah 250 M2 berarti 250 M2 x 2.000.000,- = Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), sebuah nilai yang cukup fantastis. Bagi ahli waris yang orang tuanya meninggalkan harta warisan (tirkah) berupa tanah atau bangunan yang terletak di pinggir jalan protokol, hal ini tentu sangat menggembirakan mereka. Sebab, dengan modal warisan dari orang tua mereka seluas seperti di atas misalnya, tentu sangat bernilai mengingat tanah - tanah di Kabupaten ini sangat bernilai komersial. Sebagai praktisi hukum di Pengadilan Agama, saya secara intens terus menerus memantau perkembangannya, di samping mencari solusi - solusi hukum sejalan dengan perkembangan yang ada di masyarakat. Diskusi - diskusi personal, baik antar sesama hakim maupun dengan unsur pimpinan senantiasa dihidupkan, karena hukum itu senantiasa berubah dan berkembang seiring dengan dinamika masyarakat. Di samping itu, perlu kehati-hatian dalam mengkonstruk hukum baru, agar tidak terjadi "un profesional conduct" dalam mengadili suatu perkara, sambil tetap merespons aspirasi dari para pencari keadilan "justiciabelen". Yang perlu disadari oleh masyarakat adalah segala sesuatu yang menyangkut sengketa warisan hendaklah diselesaikan secara musyawarah bukan dengan amarah, sebab kalau diselesaikan dengan amarah maka akan berakibat pertentangan di antara keluarga sendiri bahkan mungkin akan memutuskan tali silaturrahmi. Mungkin kalau para ahli mendengar jeritan (keluhan orang tua mereka) di alam barzah, maka para ahli waris yang berseteru akan tersadar. Sebagai ilustrasi dari tulisan ini akan dikutipkan sebuah kasus yang terjadi di masa Rasulullah SAW: Pada suatu hari datang menghadap kepada Rasulullah dua orang yang bersengketa, satu di antara kedua orang tersebut mampu berargumentasi secara fasih (alhanu = fasih) mengurai gugatan dalam posita yang runtut dan meyakinkan, sementara yang satunya lagi orang yang buta hukum, lalu Rasulullah bersabda: "Di antara kalian berdua ada yang secara fasih berargumentasi mengurai posita dan fakta-fakta sehingga mampu meyakinkan aku, akan tetapi yang perlu kalian ketahui sekiranya di antara kalian ada yang aku menangkan karena kefasihannya menguraikan gugatan dan fakta-fakta di hadapanku, ingat barang siapa yang mengambil hak orang lain, maka sesungguhnya ia telah mengambil bagian dari api neraka (qith'atan min al-naar), mendengar perkataan Rasulullah tersebut, orang yang pertama yang fasih berargumentasi dalam menguraikan posita menyadari bahwa, tanah yang menjadi obyek sengketa memang bukan miliknya, akan tetapi milik kawannya, kemudian ia serahkan tanah tersebut kepada kawannya tadi.

Senin, 08 Juni 2009

Mayarakat Bekasi di Era Industri

Ketika PT (Pe-Te) masuk dan merambah Kabupaten Bekasi, ada beberapa catatan saya antara lain : 1) Sumber Daya Manusia di Kabupaten ini menjadi persoalan yang mengganjal, karena tingkat mayoritas masyarakat hanya baru mengenyam pendidikan SMP, ada juga yang lulusan SMA, tapi jumlahnya sedikit, apalagi yang masuk ke tingkat Perguruan Tinggi boleh dihitung dengan jari, akibatnya mereka tidak bisa berpartisipasi dalam membangun bangsa ini, artinya mereka tidak menjadi pelaku pembangunan, tapi hanya sebagai penonton pembangunan. 2) Mentalitas Manusianya, ketika industri masuk, mereka seolah gagap teknologi (gatek), karena melihat sisi kiri kanan mereka sudah banyak berubah. Ada mobil-mobil berseliweran sehingga mereka hanya terpaku melihat pemandangan yang ada di depan mata. Sesungguhnya secara manusiawi mereka ingin seperti halnya orang-orang yang berada di dalam mobil tersebut, tapi apa daya karena tingkat daya beli mereka tidak terjangkau.