Selasa, 19 Juli 2011

MIFATAHUTTHOLIBIN DI TENGAH HARAPAN DAN TANTANGAN


Pondok Pesantren Miftahuttholibin terletak di Kampung Paleben, Desa Timbang, Kecamatan Cigandamekar, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. The founding father (penggagas dan pendiri) ponpes ini adalah KH. Abbas bin KH. Mahfudz (seorang mujtahid & mujahid) yang kharismatik yang namanya tidak asing lagi bagi masyarakat di sekitar Kuningan dan Cirebon terutama santri-santrinya yang telah menimba ilmu. Sudah banyak santri lulusan pada ponpes tersebut. Tak terhitung ratusan mungkin ribuan alumnus (out put) yang telah eksis dan bertebaran serta berkiprah di daerah dimana mereka berdomisili tentunya sesuai dengan bakat dan kecenderungan masing-masing sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat. Almaghfurlah beristerikan seorang wanita kelahiran Palembang, Sumsel, bernama Hj. Aisyah binti H.Khudori yang kemudian dianugerahi 8 (delapan) orang putra putri yakni, 1) Hj. Oom Marhamah (cece); 2) Dr (HC) KH. Abdul Manaf (Kukung); 3) KH. Mansur Abbas (cucun); 3) Dra. Hj. Romlah (ceu Ero); 4) H. Munawar B.A., (a Mumuh); 5) H. Dudung Khudori (a Dudung); 6) Dra. Hj. Hamidah (ceu Endah); dan 7) Dra. Mudrikah (ceu Ikah). Sebenarnya ada 1 (satu) orang putra pasangan tersebut yang telah meninggal dunia. Jauh sebelum almaghfurlah meninggal dunia, beliau (almaghfur lah) telah mempersiapkan putra-putrinya untuk melanjutkan perjuangannya, antara lain mengirimkan ke berbagai ponpes terkenal yang berada di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Berkat perjuangan beliau, alhamdulillah sepeninggalnya kini yang melanjutkan perjuangannya adalah DR.(HC) KH. Kukung Abdul Manaf dan KH. Cucun Mansur Abbas dan Dra. Hj. Hamidah Abbas, trio bersaudara ini telah memberikan pencerahan terutama yang sangat dirasakan getarannya adalah masyarakat Desa Timbang, Cigandamekar. Beliau almaghfur lah wafat di kala meninggalkan 3 (tiga) orang putri yakni (Hj. Romlah, Hj. Hamidah dan Mudrikah) yang saat itu masih kecil-kecil dan sudah barang tentu sangat membutuhkan bimbingan serta pendanaan yang tidak sedikit, namun tugas berat untuk melanjutkan pengasuhan dan pendidikan putri-putrinya tersebut jatuh ke pundak istrinya yang tercinta bernama: Hj. Aisyah binti H. Khudori, tak dapat dibayangkan, betapa seorang wanita yang sederhana dengan pendidikan sederhana pula dan seorang janda (single parent) mengemban tugas yang teramat berat tersebut. Namun berkat tekad yang kuat dan gigih, pada akhirnya wanita ini dapat menghantarkan pendidikan putri-putrinya malahan sampai ke Perguruan Tinggi. Kini sang isteri (Hj. Aisyah alias Hj. Icah) yang juga pendamping setia KH. Abbas dalam suka dan duka perjuangan mensyiarkan Islam tersebt telah meninggal dunia pada hari Jum'at tanggal 15 Juli 2011 pada pukul 04.30 wib dalam usia 85 tahun. Almaghfur laha telah meninggalkan putra-putri dan pondok pesantren sebagai salah satu investasi akhirat. Penulis yang juga salah satu menantunya mempunyai banyak kenangan yang tergores dalam sanubari dan hingga kini tak terlupakan. Adalah sosok almaghfur laha Hj. Aisyah di kala hidupnya terkenal sebagai wanita yang sangat dermawan, rajin bersedekah, dan sangat peduli kepada keluarga, kerabat dan bahkan masyarakat sekitarnya. Siapakah yang tidak pernah terkena sentuhan shodaqahnya semua pasti merasakan kebaikannya. Kalau seorang mubaligh kondang KH. Yusuf Mansyur dalam tema ceramahnya selelu menganjurkan dan menggalakkan bersedekah, namun jauh sebelum itu emih - sapaan akrab untuk Hj. Aisyah - telah mengamalkannya. Mudah-mudahan amal ibadah kedua the founding father tersebut diterima oleh Allah SWT.  Ponpes Miftahuttholibin merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berada di lereng gunung Ciremai yang sudah cukup tua usianya berdiri sekitar tahun 1950-an. Sebelum ponpes-ponpes lain bermunculan di sekitar kawasan Kuningan, ponpes yang satu ini telah lama eksis dan bahkan pernah dijadikan basis untuk menghadang dan membendung gerakan politik PKI (Partai Komunis Indonesia). Kini perkembangan ponpes tersebut semakin pesat dan moderen tentunya mengiringi dan menyesuaikan tuntutan jaman. Pola dan sarana pendidikan di ponpes ini cukup lengkap, mulai dari TKA/TPA/TQA, Madrasah Aliyah dan Pondok an sich yakni mengkaji kitab kuning. Putra-Putri beliau berbagi tugas dan peran, yang memegang Madrasah Aliyah adalah KH. Cucun Mansyur Abbas (hafidz 30 juz), ada pula yang mengendalikan pesantren klasik  yang berbasis kitab kuning yakni, DR.(HC) KH. Kukung Abdul Manaf dan yang memimpin TKA/TPA/TQA adalah Dra. Hamidah (hafidzah 30 juz). Hingga saat ini ada sekitar 500-an santri yang tengah menimba ilmu di lembaga ini. Ketiga tokoh tersebut, masing-masing bahu membahu mempertahankan dan mengembangkan ponpes ini. Tantangan ke depan, oleh karena banyak ponpes serupa yang bermunculan di kawasan Kuningan bahkan menawarkan segment yang spesifik, maka tentunya persaingan di bidang ini pun semakin kompetitif, Untuk menjawab tantangan tersebut, maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1) Mempersiapkan SDM (Sumber Daya Manusia) bagi generasi lapis kedua yang cukup; 2) Untuk menunjang suksesnya program tersebut maka tidak dapat tidak ketersediaan sarana kegiatan belajar mengajar (KBM) yang memadai; 3) Pengembangan lahan (lokasi) untuk mengantisipasi tuntutan perubahan; 4) Membuka program baru sebagai solusi alternatif jika diperlukan (misal: SMK dan Perguruan Tinggi, dan lain sebagainya); 5) Diupayakan ponpes tersebut mempunyai kebun/sawah/balong tersendiri dan lain sebagainya yang dikelola untuk mensejahterakan guru dan memperlancar proses belajar mengajar, dan 6) Manajemen modern, jadi pengelolaan ponpes tersebut seharusnya mengacu kepada manajemen mutakhir dan menempatkan orang-orang yang betul-betul professional di bidangnya.    
Semoga almarhum dan almarhumah diberikan ketenangan, kedamaian di alam sana, amiin

1 komentar:

Drs.M. ANSHORI,SH.MH mengatakan...

thank's atas komentar anda, insya allah saya akan sharing pendapat..