Jumat, 08 Juli 2011

HAKIM PENDEKAR HUKUM

Dalam dunia peradilan, peran hakim sangat menentukan dalam mengadili para pihak yang bersengketa. Bahagia atau sengsara seseorang (kelompok) sangat bergantung pada "ketukan palu" yang dijatuhkan oleh hakim.Yang merasa dimenangkan sudah barang tentu akan senang/gembira, sedangkan yang merasa dikalahkan tentu akan merasa kecewa, gundah gulana, dan sedih. Walhasil, apapun bentuk putusan hakim akan memberikan kesan yang mendalam bagi para para pencari keadilan (yusticiabelen). Oleh karena peran hakim sangat menentukan, maka tanggungjawabnya pun tidak ringan, baik di hadapan publik apakah lagi di hadapan hakim yang Maha Bijaksana. Makanya Rasulullah bersabda: «الْقُضَاةُ ثَلاَثَةٌ وَاحِدٌ فِى الْجَنَّةِ وَاثْنَانِ فِى النَّارِ فَأَمَّا الَّذِى فِى الْجَنَّةِ فَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَقَضَى بِهِ وَرَجُلٌ عَرَفَ الْحَقَّ فَجَارَ فِى الْحُكْمِ فَهُوَ فِى النَّارِ وَرَجُلٌ قَضَى لِلنَّاسِ عَلَى جَهْلٍ فَهُوَ فِى النَّارِ ». Artinya (dalam terjemahan bebas versi penulis): Bahwa hakim itu terdiri dari kelompok, satu kelompok tempatnya di surga, dan dua kelompok berada di neraka. Adapun yang satu kelompok itu adalah hakim yang mengetahui kebenaran (berdasarkan fakta kejadian dan fakta hukum), lalu dia memutuskan berdasarkan ilmunya. Sedangkan dua kelompok yang terakhir adalah hakim yang mengetahui kebenaran (berdasarkan fakta kejadian dan fakta hukum), akan tetapi dia keputusannya berbeda (melacurkan, menyelewengkan, menyelundupkan hukum) demi kepentingan sesaat (un profesional conduct), dan ada pula hakim yang memang tidak mengetahui kebenaran karena kebodohannya. Dua kelompok hakim yang disebut terakhir inilah yang kelak akan masuk neraka, sedangkan kelompok yang pertama akan bahagia di surganya Allah SWT. Memahami dan menghayati hadits di atas, betapa berat tugas dan profesi seorang hakim. Karena itu, hakim wajar kalau hakim pada kelompok pertama dianugerahi gelar "Pendekar Hukum". Dalam realitasnya, prosentase sosok hakim yang seperti ini masih ada (tetapi tidak banyak) karena secara sosiologis kondisi itu terus berubah-ubah. Jika disimak perkembangan terakhir ini justru banyak oknum hakim yang mencoreng institusinya sendiri general, sehingga image masyarakat terhadap dunia peradilan semakin buruk dan boleh jadi pada gilirannya penerimaan publik terhadap institusi ini akan mengalami titik jenuh, apatis dan antipati. Penulis merasa prihatin menghadapi drama penangkapan para hakim oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), ibarat kata pepatah: Karena setitik nila rusak susu sebelanga. Meskipun belum tentu para hakim yang ditangkap itu dinyatakan bersalah menurut hukum. Salah satu agenda besar di era reformasi ini adalah "Supremasi Hukum" di samping pemulihan ekonomi tentunya. Sebab penegakan hukum menjadi salah satu icon perubahan. Jika hukum dapat ditegakkan, maka agenda-agenda yang lain pun tentu akan mengikutinya, bagaimana ekonomi akan pulih di negeri ini jika penegakkan hukumnya saja masih carut marut. Para investor masih ragu menanamkan investasinya karena khawatir modalnya akan di bawa lari orang. Karenanya, kini masyarakat menilai bahwa, sejauh mana pemerintahan ini dianggap berhasil dalam mengemudikan roda pemerintahannya (Good Governant dan Good Goverment), diukur dari sejauh mana keberhasilan dalam penegakan hukumnya. 
Kembali pada sosok hakim yang layak diberi gelar pendekar hukum, agaknya untuk mendapatkan profil hakim yang seperti ini tidak mudah karena membutuhkan proses yang tidak mudah pula bahkan perlu persyaratan ketat dalam tahapan penseleksian, sebab pertama-tama yang perlu dibenahi adalah sistem rekruitment calon hakim (cakim), seleksi ujian cakim ini harus betul-betul murni berdasarkan IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) selama yang bersangkutan menimba ilmu di Perguruan Tinggi dan kemampuannya dalam menguasai soal-soal serta lulus persyaratan lainnya. Apabila sejak awal rekruitment cakim saja sudah terjadi praktek kolusi agar bisa lolos dari tahap penyaringan, maka akan seperti apa kelak jika sudah diangkat menjadi hakim, tentu yang dipikirkan adalah bagaimana cara mengembalikan uang yang sudah disetorkan, yang kedua sylabus dalam pendidikan cakim perlu dimasukkan/ditambahkan ilmu manajemen qalbu agar meresap di dalam jiwanya sikap istiqomah, di samping tentunya disiplin ilmu-ilmu pokok dalam tupoksi-nya baik secara teori maupun praktek, ketiga lingkungan yang kondusif, artinya sejauh mana tingkat kesehatan lingkunganya dari penyakit-penyakit kolusi, keempat unsur keteladanan dari semua level pimpinan peradilan, karena di Indonesa ini masih menganut patronisme, artinya bangsa ini masih bercermin pada sosok yang "di atas". Jika yang "di atas" mencontohkan prilaku yang menyimpang (destruktif), maka yang "di bawah" pun akan melakukan hal yang sama apalagi jika didesak oleh keadaan, kelima mutasi hakim dilakukan secara periodik dan simultan, sebab jika seorang hakim terlalu lama bertugas di tempatnya, maka dia akan lebih banyak berinteraksi dengan para pihak dan ini akan berpotensi menimbulkan praktek-praktek destruktif, keenam kesejahteraan hakim perlu ditingkatkan, bagaimana seorang hakim akan mampu menjadi malaikat di kala lapar, sementara hakim juga adalah manusia biasa. Jabatan hakim begitu terhormat, baik di mata Allah maupun di mata masyarakat, Allah SWT memposisikan hakim sebagai wakil-NYA di muka bumi ini, sedangkan masyarakat memandangnya bahwa hakim adalah manusia pilihan, di antara manusia-manusia lainya. Orang tidak mudah masuk dalam komunitas ini karena begitu banyak persyaratan yang melingkupinya.
Dalam kesempatan lain di Pengadilan Agama Karawang, Bapak Wahyu Widiana, M.A., (Direktur Badilag), Bapak Purwosusilo, SH. MH., (Dirjen Binganis) dan Bapak Sunarto, SH. MH., (Kasubdit Mutasi Hakim), di hadapan para pimpinan peradilan dan jajarannya se wilayah III Pengadilan Tinggi Agama Bandung menyampaikan tausiahnya berkaitan dengan maraknya para hakim yang ditangkap dan banyaknya laporan yang masuk baik melalui website badilag maupun surat-surat, katanya bahwa, mulai dari sekarang seluruh aparat Pengadilan Agama harus kembali bekerja secara profesional dan meninggalkan praktek-praktek yang mencenderai wajah peradilan di Indonesia. Semua pihak diinstruksikan agar melaporkan praktek-praktek yang menyimpang kepada atasannya secara hirarkies. Karena jika tidak melaporkan akan berakibat kepada penjatuhan sanksi kepada oknum yang melakukannya. Sedangkan Bapak Dirjen Binganis menyampaikan laporan bahwa, ada beberapa hakim dan pegawai yang sudah dijatuhi sanksi secara bertingkat mulai dari yang ringan sampai yang paling berat. 
Kembali ke term di atas, hakim sebagai pendekar hukum menghadapi banyak tantangan, baik internal maupun eksternal. Jika semua tangga rintangan, tantangan dan hambatan ini bisa dinaiki, maka gelar tersebut patut disematkan di pundaknya.

Tidak ada komentar: